Nangis
Hari menunjukkan pukul 01.35 WIB. Hanif dan Zayna sudah tertidur lelap, begitu juga dengan si kecil Zarina. Hanif memeluk tubuh Zayna dari belakang. Sejak seminggu lalu, waktu tidurnya menjadi tidak teratur. Karena Zayna masih dimasa pemulihan setelah operasi. Hanif yang jadi menggantikan posisi Zayna. Jika Zarina menangis, ia yang akan selalu menggendongnya juga membuat susu asi yang sudah Zayna siapkan dari dalam kulkas.
Suara tangis itu seketika terdengar dikedua telinga Hanif dan Zayna. Mendengar itu, Hanif langsung beranjak dari kasurnya dan menghampiri anak pertamanya itu. Ia melihat ke arah popok dan benar saja bayinya itu sudah buang air kecil. Zayna paham akan hal itu dan langsung menghampiri Hanif.
“Maaf ya, kalau soal ini saya gak bisa urus. Soalnya anak pertama kitakan perempuan.” ujar Hanif merasa kasihan karena mengganggu jam tidur Zayna. Zayna hanya tersenyum ke arah Hanif.
Ia langsung menganti popok bayinya itu, “Aduh, bayi cantiknya Buna sama Ayah kenapa nangis? Pipis ya?”
Selesai mengganti popoknya, Zarina tetap tidak mau berhenti menangis. Hanif langsung mengendong anak perempuannya itu. Dan seperti biasa, didekapan sang ayah, Zarina selalu tenang. Karena memang begitu, pelukan Hanif itu sangat candu jika menurut Zayna.
“Ini mah sama kaya Bunanya. Mau dipeluk terus!” ejek Hanif seraya melihat Zayna yang terduduk dipinggir ranjang.
“Tidur sana!” pinta Hanif.
“Kamu?” Zayna terlihat ragu ketika Hanif menyuruhnya untuk istirahat terlebih dahulu.
“Saya nyusul.” balas Hanif lalu menggendong Zarina keluar kamar.
Setelah selesai menidurkan Zarina. Hanif kembali menghampiri istrinya dan ikut tertidur disamping Zayna. Tangannya melingkar dipinggang milik Zayna dan ia selalu menciumi tengkuk istrinya itu sebelum tidur.
“Maaf ya, kamu jadi harus bangun malem. Terus Zarina kalau disurub bobo suka lama.” Iya, ternyata sedari tadi Zayna tidak tidur. Ia menunggu suaminya kembali.
“Gak apa-apa, cantik. Sekarang tidur ya? I love u.” balas Hanif dengan mata yang tertutup.
“More.”
*©morkihacoy