Mau Benar atau Salah, Tetap Saya Kasih Hadiah

Zayna sudah siap dengan posisi duduk di atas sofa cokelat kemerahan di ruang tamu, tempat biasa Zayna dan Hanif belajar. Hanif masih belum melihatkan batang hidungnya untuk saat ini.

“Semangat banget deh!” Nizam menghampiri sang adik yang sedang menunggu kehadiran Hanif.

“Apasih!” balas Zayna ketus.

“Assalamu'alaikum,” Suara yang ditunggu-tunggu pun terdengar diiringi dengan suara ketukan dari belakang pintu.

“Wa'alaikumussalam, suh suh sana pergi!” Zayna mendorong tubuh tinggi Nizam, meminta kakak keduanya itu untuk segera beranjak pergi dari hadapannya sekarang.

Zayna merapikan pakaiannya juga hijab berwarna peach cantik yang ia gunakan hari ini. Kakinya perlahan melangkah menuju pintu untuk mempersilahkan Hanif masuk.

“Masuk, ustadz!” pinta Zayna.

“Ada siapa?” Hanif melihat keadaan sekitar memastikan ada penghuni lain di rumah milik perempuan yang ada lumayan jauh dari tempatnya ia berdiri sekarang.

“Ada umi sama mas Nizam.” balas Zayna lalu melangkah masuk terlebih dahulu dan diikuti Hanif dari belakang.

“Aku udah siap, pokoknya kalau gak bener semua. Ustadz hukum aku aja kaya santri-santri yang lain, oke?” ujar Zayna dengan raut wajah yang penuh dengan semangat. Hanif untuk pertama kalinya melihatkan senyumannya yang sangat indah, berbeda dengan senyum yang biasanya.

“Bismillaah, saya mulai ya? Tutup bukunya!” ucap Hanif lalu merampas dengan lembut buku hitam yang sedari terbuka dan tersimpan dihadapan perempuan cantik itu. Zayna hanya tertawa malu.

“Satu, perang uhud terjadi pada hari sabtu bulan?” Hanif mulai melontarkan satu per satu pertanyaan yang sebelumnya sudah ia siapkan terlebih dahulu.

Zayna terdiam, “Aduh aku kan hafalin yang cantik luar dalam itu!” gumamnya seraya menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

“Bulan apa?” Hanif mengulang pertanyaannya.

“Bulan Sya... Rajab tahun 3 H!” jawab Zayna asal.

“Salah cantik,” Zayna terdiam ketika kata terakhir yang Hanif ucapkan itu. Cantik? Kini pipi miliknya mulai memerah.

“Kamu salah. Seharusnya bulan Syawal tahun 3 H.” jelas Hanif masih belum sadar dengan kalimat sebelumnya yang ia katakan.

“Pertanyaan kedua, hukum hawian dalam islam?” Hanif memalingkan tatapannya kepada Zayna lalu menunduk kembali.

note: hawian itu artinya pacaran

“Haram. Makanya harus cepet-cepet dihalalin aja biar gak jadi zina!” Zayna menjawab dengan raut wajah yang sangat percaya diri. Hanif menunduk malu karena merasa tersindir dengan beberapa kalimat terakhir yang Zayna ucapkan.

“Iya, jawaban kamu benar,” balas Hanif masih menunduk.

“Lanjut. Menjelang terjadinya hari kiamat, terdapat hari-hari dimana salah satunya adalah Al-Haraj. Nah, Al-Haraj itu artinya apa?” Hanif lagi-lagi menatap Zayna sekilas. Yang ditatap memalingkan wajahnya seraya berpikir keras untuk menjawab pertanyaan dari laki-laki itu.

“Gak tau ah!” keluh Zayna.

“Loh, kok langsung nyerah gitu? Apa saja setahunya kamu. Kalau salah saya benarkan kan?” ujar Hanif untuk bisa menyakinkan perempuan yang sedari tadi memainkan bolpoint ditangannya.

“Pembunuhan?” lagi-lagi Zayna menjawab asal. Namun, ternyata jawabannya itu tidak meleset. Hanif mengangkat jempolnya, pertanda jawaban Zayna benar.

“BENER, USTADZ?” tanya Zayna dengan nada suara yang lumayan tinggi. Hanif hanya mengangguk sebagai jawaban.

“ALHAMDULILLAAH, IH PADAHAL AKU TUH ASAL JAWAB AJA TAU, USTADZ!” lanjut Zayna. Kali ini dia berdiri dan meloncat-loncat kegirangan.

Hanif tersenyum melihat kelakuan Zayna, “Lucu ya? Mungkin gak seberapa tapi segitu saja dia sudah senang dan mau berusaha menjawab.” batin Hanif.

“Terakhir, Kiraman Katibin julukan untuk malaikat?”

“Eum, apa yah? Aku mau jawab tapi takut salah.” Zayna mengurungkan niatnya.

“Jangan takut salah!” balas Hanif meyakinkan Zayna.

“Raqib dan Atid ya?” jawab Zayna seraya menggigit bibirnya berharap jawabannya itu benar.

“Iya benar,” balas Hanif. Belum sempat mau menjelaskan lebih detail. Zayna sudah meloncat lagi karena kegirangan.

“YEAY! DAPET HADIAH,, DAPET HADIAH,,” girangnya lalu menepuk kedua tangannya. Merasa malu ia langsung kembali duduk di tempat posisinya diawal.

“Hehe,” tawa Zayna malu.

“Hadiahnya nanti saya chat saja ya? Sudah malam, saya harus pulang dan kamu juga harus istirahat. Jangan lupa lakukan kebaikan sebelum tidur. Mungkin tidak perlu saya jelaskan?” Hanif berusaha memalingkan wajahnya ketika Zayna menatapnya dengan penuh harapan.

“Gapapa, hehe Jazakallaah Khair, ustadz.” Zayna membereskan keadaan disekitarnya yang lumayan berantakan karena kelakuannya tadi.

“Saya pamit, Assalamu'alaikum.” tanpa basa-basi lagi Hanif pergi meninggalkan Zayna.

“Wa'alaikumussalam...” Zayna masih menatap bayang-bayang tubuh Hanif dari belakang yang mulai memudar dari pandangannya. Ia kembali mengukir senyumnya. Entah kenapa, ada perasaan aneh yang sedari tadi datang begitu saja ketika ia bertemu dengan Hanif.

©morkihacoy