Malam Pertama
Sebelumnya part ini sedikit ada 18+ nya. Paham dong apa?
Zayna membuka pintu kamar miliknya. Sekarang kamar itu berwarna serba putih juga terdapat kelopak bunga mawar di atas kasur miliknya.
“Ustadz, kamar aku kok jadi ada bunga mawarnya? Pagi tadi perasaan gak ada deh.” bingung Zayna sembari melihat ke arah Hanif. Hanif membalas dengan senyuman.
Masih dalam keadaan memakai baju pengantin. Merasa tidak nyaman Zayna pergi ke kamar mandi di dalam kamar miliknya itu.
“Mau kemana?” tanya Hanif ketika melihat pergerakkan tubuh Zayna ke kamar mandi.
“Pusing, kepala aku kaya nyut-nyutan gitu, ustadz.” balas Zayna yang langsung melanjutkan langkahnya menuju kamar mandi.
“ARGH!”
Mendengar teriakan dari kamar mandi. Membuat Hanif segera pergi menghampiri suara yang dimaksud tersebut.
“Kamu kenapa?” lagi-lagi Hanif bertanya sebab khawatir apa yang terjadi didalam sana.
“Bantuin aku, ustadz!” teriak perempuan itu, Zayna.
“Saya masuk?” Izin Hanif kepada Zayna.
“Iya,”
Pintu itu terbuka, kala memperlihatkan keadaan Zayna yang sangat kacau. Kepalanya sudah tidak rapi seperti tadi lagi. Rambut dan hijabnya menyatu namun sangat tidak teratur jika ia lihat. Hanif tertawa kecil dan segera membantu Zayna untuk melepaskan hijabnya.
“Susah ih!” ujar Zayna prustasi.
“Kenapa gak bilang dari tadi aja?” tanya Hanif merasa kasihan sekaligus gemas karena tingkah perempuannya ini.
Selesai sudah kegiatan yang cukup menguras tenaga sepasang suami istri itu. Mereka akhirnya merebahkan tubuhnya di ranjang kamar Zayna yang sudah menjadi milik kamar Hanif juga
“Cape gak?” Hanif memulai pembicaraan kala merebahkan tubuhnya di atas ranjang berbalut seprai putih.
“Nggak,” balas Zayna.
Hanif terheran-heran akan jawaban yang Zayna lontarkan. Ini kode rahasia atau memang Zayna merasa tidak kelelahan ketika acara tadi? Yang jelas Hanif terlihat sangat kelelahan dalam acara pernikahannya bersama Zayna.
“Aku boleh nyentuh kamu gak sih?” celetuk Zayna, Hanif mengerjit heran.
“Boleh,”
“Mau pegang-” kalimatnya terpotong kala ia akan menyentuh pipi putih milik Hanif. Namun, malah meleset ke bibir berwarna merah muda itu.
“Maksud aku-” lanjutnya lagi-lagi terpotong karena ulah Hanif. Kini wajah itu terlihat sangat dekat. Kedua mata insan itu saling menatap. Desiran nafas saling menyatu ditengah keheningan yang mereka ciptakan. Zayna memejamkan matanya sejenak. Merasa sadar tidak ada benda apapun yang menyetuh bibir miliknya. Membuat ia kembali membuka mata. Ia masih berada tepat di depan wajah Zayna. Namun, sambil tersenyum memandangnya.
“Cantik banget!” ujar Hanif.
Pipi Zayna mulai memanas kala mendengar kalimat itu terdengar di telinganya.
Hanif malah beralih menciumi tengkuk milik Zayna, membuat Zayna geli.
“Ngapain sih?” tanya Zayna sembari tertawa kecil.
“Kamu wangi,” balas Hanif.
Hanif kembali menatap wajah itu. Pergerakan matanya kini kembali beralih pada bibir merah muda segar milik Zayna.
“Cium mah cium aja kal-mpphh” baru saja ingin berbicara. Kalimatnya kembali terpotong kala benda kenyal milik Hanif menyentuh miliknya.
Terkejut, takut, bingung yang Zayna rasakan membuat Hanif melepaskan tautan miliknya dari Zayna. Ia menunduk, “Maaf, harusnya saya tidak terburu-buru.” keluh Hanif sadar akan apa yang baru saja ia lakukan tadi.
“Ngomong apa sih? Kan aku udah jadi istri kamu. Kamu bebas mau cium aku, peluk aku, pegangan tangan aku, terus apalagi ya? Ya pokoknya bebas. Jangan kaya gitu ah. Jadi, mau cubit pipi mbulnya!” ujar Zayna meyakinkan Hanif.
“Maaf,” lagi kata itu terlontarkan dari bibir Hanif.
“Dari pada maaf-maaf terus karena belum lebaran. Mending di pake cium lagi.” Zayna menunjuk pada salah satu sisi wajahnya, yaitu pipi kemerahan miliknya.
“Mau ini, ini, ini, sama...ini!” pinta Hanif lalu kembali mencium seluruh daerah wajah milik Zayna dan yang terakhir bibir merah tipis itu lagi.
Kini Zayna membalas tautan itu. Dan yang ia rasa pun bukan ketakutan lagi. Melainkan rasa bahagia sampai ia tidak sadar bahwa, air matanya perlahan menetes keluar dari ujung matanya.
©morkihacoy