Kamu dan Doaku
Adzan pertama terdengar di kala keheningan pagi hari. Zayna terbangun, jam menunjukkan pukul tiga lebih enam menit.
Ia ingat hari ini ada janji untuk bercerita. Bercerita kepada sang pemilik hati, Allaah.
Diambilnya air untuk berwudhu, juga mukena dan sajadah yang sudah ia siapkan sebelum menuju kamar mandi.
Baru saja rakaat pertama dalam sholatnya. Zayna sudah meneteskan air mata yang cukup membuat kedua pipinya basah. Takut dan bingung akan apa yang sedang ia hadapi saat ini.
Dalam sujud terakhirnya, apapun yang membuat Zayna kalut dalam kegelisahan, ia sebutkan dalam hatinya. Sajadah menjadi saksi atas tangisnya malam ini.
Selesai membaca doa setelah melaksanakan sholat istikharah, serta membaca surah Al-Insyirah tiga kali dan menyebut nama seseorang yang sudah ia tunggu sejak lama.
“Ya Allaah, Ya Tuhanku, Tuhan pemilik hatiku, Tuhan Maha Pengampun, dan Tuhan Yang Maha Petunjuk. Tunjukilah jalan keluar atas masalah yang sedang menimpaku saat ini. Berikanlah jalan terbaik menurut-Mu, ya Rabb. Berikanlah kemudahan dalam segala urusanku, ya Rabb.” kini, pipi itu sudah amat sangat basah. Bibirnya pun bergetar kala meminta doa kepada Sang Semesta.
“Ya Allaah, jika Engkau izinkan aku untuk bertemu dengannya lagi. Maka pertemukan lah lagi aku dengannya, ya Allaah. Tuntun aku menuju kedalam dekapannya, ya Allaah. Dekatkanlah hatiku kepada hatinya. Jagalah perasaan kami berdua, ya Allaah.” tangis Zayna kini semakin menjadi-jadi.
“Ya Allaah, jauhkanlah aku dari rasa kecewa, rasa marah, rasa sedih, dan rasa benci atas apa yang telah Engkau takdir kan. Jauhkan aku darinya jika memang aku dan dia bukanlah insan yang bisa saling memiliki. Jadikanlah rasa cinta ini sebagai rasa cinta terhadap-Mu juga, ya Allaah. Aku sangat amat ingin bersamanya, ingin menjadi penumpang dalam nahkodanya, ingin menjadi pelengkap di setiap langkahnya menuju ridho-Mu. Maka kabulkan lah permintaanku ini, Ya Allaah. Aku hanya berserah diri kepada-Mu, wahai Tuhan Pemilik Alam.” selesai ia mengadu kepada Sang Pencipta. Zayna masih dalam keadaan kalut didalam hatinya.
Dan dibelahan bumi lain. Satu makhluk Tuhan juga sedang mengadu. Mengadu atas kegelisahannya, perasaan yang selama berhari-hari ini terus mengganggunya. Waktu yang sama, ia pastikan di setiap sujud dan doanya. Selalu tersebut nama perempuan yang dikagumi.
“Jagalah ia Ya Allaah, jaga hatinya untukku, berilah kemudahan dalam urusannya. Aku mencintainya karena-Mu ya Tuhanku Yang Maha Penyayang. Jadikanlah aku pemimpin dalam langkahnya menuju Surga Tertinggi-Mu, ya Allaah. Jadikanlah niatku ini sebagai ibadah terhadap-Mu. Ampunilah segala dosaku dan dosanya, ya Allaah. Berikan ketenangan dalam rindu yang belum bisa menjadi temu ini, ya Allaah. Aku sangat amat memohon kepada-Mu. Engkau satu-satunya Tuhan Pemilik Alam ini. Maka jadikanlah doaku yang paling pertama di dalam hidupku, ya Allaah. Aamiin...” Hanif mengusap wajahnya dengan kedua tangan putih bercahaya itu.
Kini keduanya masih dalam keadaan kalut. Namun, seiring berjalannya waktu. Hati masing-masing dari kedua insan itu. Kini perlahan mendapat ketenangan.
Dulu jarak mungkin saja menjadi pemisah antara hatiku dan hatinya. Namun, ketika langit mulai mendengar tangisanku. Mendengar kerinduanku. Maka, jarak itu bukanlah satu-satunya masalah di antara aku dan dirinya.
©morkihacoy