Kamu, Bulan, dan Bintang

18+ paham kan?

Hanif mengikuti langkah Zayna yang sedang menikmati semilir angin pantai di sore hari.

Pandangannya tidak lepas dari sosok itu. Sosok yang sampai kapan pun akan menjadi teman hidupnya di sini dan di surga nanti.

“Cantik, udah sore. Kita pulang ke hotel ya?” Hanif melangkahkan kakinya lebih cepat agar sejajar dengan tubuh Zayna.

“Nanti, mau foto dulu!” pinta Zayna sembari mengeluarkan kamera yang ia bawa sedari tadi.

“Sini biar saya yang fotoin kamu,” tawar Hanif dan mengambil kamera yang diberikan Zayna.

Satu per satu jepretan foto pun ia ambil, “Cantik, kamu selalu cantik!” bisik nya diam-diam.

Zayna sosok yang memang bisa dibilang hampir sempurna. Wajahnya cantik sekali, ditambah sinar matahari yang kian mulai tenggelam.

“Udah?” tanya Zayna.

Hanif buyar ditengah lamunannya, “Udah, sayang.” balasnya.

Mereka kembali menuju hotel yang letaknya tidak terlalu jauh dari bibir pantai. Zayna yang meminta hotelnya untuk tidak jauh dari indahnya pantai. Hanif tidak mungkin menolak. Maka dari itu, ia berusaha mencarinya sampai dapat. Walaupun sulit, karena hotel sekarang sedang penuh oleh pengunjung yang juga ikut berlibur di akhir pekan.

“Mas,” panggil Zayna setelah melaksanakan sholat isya berjama'ah bersama suaminya.

“Kenapa sayang?” lagi-lagi panggilan itu terdengar di telinga milik Zayna. Ia tersenyum setiap kata itu keluar dari bibir Hanif.

“Hehe,” Zayna malah tertawa malu. Hanif menarik sejadah yang ada dihadapannya itu, mendekati tubuh perempuannya dan mencoba mencium bibir tipis milik Zayna. Namun, sesegera mungkin Zayna menutupnya.

“Loh, gak boleh ya?” tanya Hanif heran.

“Cantik, saya haus. Boleh minta ambilin minum?” pinta Hanif. Zayna mengangguk.

“Air put-” kalimat itu terpotong kala Hanif memberitahunya dengan cepat, “Susu!” Zayna kembali mengangguk.

Zayna pergi menuju dapur hotel. Karena dari pihak hotel sudah menyediakan sedikit makanan ringan juga minuman seperti susu. Maka, Zayna tidak perlu pergi keluar untuk membelinya. Zayna kembali menghampiri Hanif.

“Ini,” ujar Zayna dan memberikan segelas susu itu kepada Zayna. Setelah meminum, ada setengah gelas lagi susu itu dan Hanif memberikannya kepada Zayna. Zayna tidak menolak dan meminumnya sedikit.

Hanif mengelus lembut pipi kemerahan milik Zayna. Tangannya terus menjelajahi setiap sudutnya. Dan terakhir, ia meletakkan tangan kanannya di atas ubun-ubun (nasyiyah) istrinya seraya menyebut nama Allaah dan mendoakan dengan keberkahan.

Hanif mulai membacakan doanya, “Allahumma inni as'aluka min khoirihaa wa khoirimaa jabaltahaa 'alaih. Wa a'udzubika min syarrihaa wa syarrimaa jabaltaha 'alaih.

Ya Qolbii, boleh ya?” tanyanya kepada Zayna. Zayna paham akan maksud suaminya itu.

Hanif menarik tangan Zayna, untuk melaksanakan sholat sunnah dua rakaat berjama'ah. Lagi-lagi setelahnya ia berdoa kepada Allaah untuk keberkahannya bersama istrinya, Zayna.

Zayna bangkit dari duduknya, “Aku ke kamar mandi dulu ya, mas?” ujarnya sembari melipat sajadah dan mukena miliknya. Hanif mengangguk.

Sudah 5 menit Zayna berada di dalam kamar mandi. Hanif terbaring diatas ranjang sembari menunggu Zayna keluar dari kamar mandi.

Suara pintu terbuka, membuat Hanif melihat ke arah sumber suara tersebut. Ia tersenyum kala melihat Zayna, yang entah mengapa malam ini begitu bersinar wajahnya.

Zayna duduk di samping ranjang, tidak berani menatap Hanif.

Hanif mencoba mendekatinya. Memeluk tubuh ramping itu dari arah kanan dan menciumi tengkuk milik Zayna.

“Kamu wangi,” ucap Hanif ditengah aktivitasnya.

“Masa?” tanya Zayna mencoba bersikap biasa saja.

“Zayn, boleh ya?” lagi-lagi pertanyaan itu terucap dari bibir Hanif. Zayna mengangguk tidak menjawab.

Ia membawa Zayna kedalam dekapannya. Memindahkan posisinya menjadi tepat ditengah ranjang. Tangannya mulai menarik selimut putih untuk menutupi tubuhnya bersama Zayna.

Allahumma jannibnasy wa jannibisy syaithon maa rozaqtanaa.” Hanif mencium kening Zayna yang berada tepat dibawahnya.

Hanif mulai menuntun Zayna. Tangan Zayna gemetar kala Hanif melakukan kegiatannya. Hanya takut yang ia rasakan saat ini. Matanya sesekali terpejam menahan sakit di bawah sana.

Melihat itu, Hanif menghentikan aktivitasnya kala melihat Zayna merintih kesakitan.

“Maaf,” ucap Hanif.

“Gapapa, gapapa sayang.” balasnya sembari tersenyum dan mencium sekilas bibir merah milik Hanif. Hanif kembali melanjutkan aktivitasnya. Melakukan secara perlahan dan sebisa mungkin menahan nafsunya untuk menjaga perasaan Zayna.

Waktu sudah menunjukkan pukul 02.45 pagi. Terdengar samar-samar suara Adzan pertama berkumandang. Pandangannya tidak beralih dari Zayna yang masih terbangun. Hanif kembali mencium tengkuk milik Zayna. Ia menghentikan aktivitasnya dan mengubah posisinya disamping Zayna.

“Saya sayang sekali sama kamu. Terima kasih, Zayna. Terima kasih untuk segalanya.” ucapnya menatap mata milik Zayna. Zayna membalas dengan senyuman.

Malam ini, menjadi malam yang sangat indah bagi sepasang insan ini. Bintang dan bulan pun ikut menjadi saksi atas cinta mereka yang tersalurkan lewat rasa.

©morkihacoy