Jangan Sakiti Perempuan Saya
“Aku udah berusaha buat yakinin kamu. Tapi apa? Kamu malah terus nunggu cowok sok alim itu!” Jahiz mulai melawan karena kesal dengan sikap Zayna yang selalu berusaha menjauh.
“Dia? Kamu, kamu yang sok alim!” balas Zayna seraya menunjuk sosok laki-laki yang ada dihadapannya itu.
“Murahan tau gak? Dibayar berapa kamu?”
Kalimat itu, kalimat yang baru saja Zayna dengar dari kedua telinganya. Kalimat yang tidak pernah orang lain katakan kepadanya. Tapi, laki-laki itu dengan mudah mengatakannya kepada Zayna.
Mata perempuan itu mulai memanas, menahan segala amarah yang ada didalam dirinya.
“Dibayar berapa, hah? Sampe segitunya sama itu cowok. Dia itu gak ada apa-apanya dibanding aku. Buka mata kamu lebar-lebar! Mau aja di embel-emebelin buat nunggu tiga tahun. Aku, yang selama ini ada buat kamu. Kamu anggap apa?” Jahiz menarik lengan kecil itu. Kulitnya menyetuh kulit milik Zayna.
“Jangan pernah sentuh aku!” Sontak mendapat perlakuan kasar dari Jahiz, Zayna langsung mendorong tubuh kekar itu untuk menjauh darinya.
Tubuh Jahiz hampir menyentuh ujung meja. Jika telat sedikit saja dirinya akan terluka. Matanya menatap tajam ke arah Zayna. Dan iya, ia mulai mendekati kembali tubuhnya kepada Zayna.
“Please, stop disitu!” teriak perempuan itu ketika dirinya hampir saja akan mendapat pukulan dari tangan Jahiz.
“Jangan berani sakiti perempuan saya!” Satu pukul lolos menghamtam hidung Jahiz. Darah mulai menetes dari hidungnya yang mungkin langsung terluka.
“Sialan! Siapa lo?” Jahiz langsung bangun dan menghajar kembali kepada seseorang yang tiba-tiba saja muncul dihadapannya.
Zayna mundur menghindari pertengkaran tersebut. Pipinya kini sudah basah karena ia sejak tadi sudah menangis. Kaki kecil itu bergetar ketakutan.
“Oh, lo!” Pukulan Jahiz tepat mengenai perut laki-laki misterius itu. Zayna tidak dapat melihat jelas sosok berpenampilan serba hitam yang laki-laki itu kenakan. Tapi, samar-samar netranya mulai mengetahuinya.
“Dia?” gumam Zayna.
Sampai akhirnya, Jahiz sudah kewalahan melawan pukulan yang diberikan laki-laki itu. Tangannya mencoba menahan ketika sepatu hitam itu akan menginjak wajah milik Jahiz.
Namun, sebelum itu. Ia kembali mengurungkan niatnya. Nafas dari kedua orang itu berderu sangat cepat tidak terkontrol.
“Saya sudah ingatkan kamu, Jahiz. Jangan sakiti perempuan saya!” ujar laki-laki itu lalu menarik kerah baju milik Jahiz. Pandangannya saling bertemu dengan salah satu menatap tajam dan yang satu terlihat sangat kewalahan. Ia melepaskan genggaman itu dari tangannya. Tubuh Jahiz kembali jatuh ke lantai, lalu secepat mungkin ia pergi dari hadapan laki-laki itu. Kini sosoknya sudah tidak terlihat dari pandangan Zayna maupun laki-laki misterius itu.
“Kamu gak apa-apa, kan?” Sosoknya kini mulai terlihat dari netra milik Zayna.
Darah bercucuran dari sudut bibir milik laki-laki itu. Tapi tetap saja, ia selalu memberikan senyuman hangat kepada Zayna. Iya, itu Hanif.
“Zayna, kamu selalu can-” Belum sempat menyelesaikan kalimatnya. Tubuh kekar itu kini tumbang dan terjatuh dihadapan Zayna. Perempuan itu langsung panik harus bagaimana. Satu-satunya cara adalah menelepon ambulan untuk membantu membawa Hanif menuju Rumah Sakit.
©morkihacoy