Hari Pertama
Hari ini Hanif datang lebih awal dari sebelumnya. Ia harap hari ini rencananya lebih baik dari hari kemarin.
Ia mengetuk pintu dan memberi salam ketika sampai di rumah Ustadz Faiz. Terlihat bahwa, Zayna sudah duduk tepat di kursi ruang tamu rumahnya. Ada perasaan semangat yang ia rasakan saat ini.
“Assalamu'alaikum Ustadz Hanif,” ucapnya sembari tersenyum senang.
Yang di panggil hanya me jawab salam dan langsung menundukkan kepalanya.
“Hari ini belajar apa? Kitab nikah kan ya?” tanya Zayna dengan raut wajah yang semakin sumbringah.
“Kita bahas itu nanti saja ya? Sekarang ada materi yang mungkin cocok buat kamu.” jawab Hanif lalu mencari lembaran kertas yang berisikan materi-materi yang akan ia bahas hari ini.
“Catet gak?” Zayna kembali bertanya.
“Kalau otak kamu bisa menangkap dengan cepat dan tidak mudah lupa, ya tidak usah.” ujar Hanif singkat.
“Materi ini tentang Cantik Luar Dalam.” Hanif mulai membahas materi yang akan dia sampaikan. Zayna dengan sigap menulis judul materi tersebut di kertas kosong yang sudah ia siapkan sedari tadi.
“Menurut Qur'an surah At-Tin ayat empat. Menjelaskan tentang, bagaimana Allaah menciptakan manusia dengan bentuk yang sebaik-baiknya.”
“Ada dua cantik menurut islam yaitu, cantik dari dalam dan cantik dari luar.”
“Cantik dari dalam menurut islam maksudnya di sini ialah hatinya. Pesan dari Habib Umar bin Hafidz, Sebagaimana kamu membersihkan wajahmu agar indah dipandang orang, maka bersihkanlah hatimu agar indah dipandang oleh Allaah SWT.”
“Lalu yang kedua itu, cantik dari luar menurut islam maksudnya, orang yang menutup auratnya dan menjaga dirinya dari yang bukan mahram. Bukan mereka yang memperlihatkan dan menebar pesona kepada lawan jenisnya.”
“Menurut surah Al-Ahzab ayat lima puluh sembilan, yang dimana Allah berfirman,“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan wanita-wanita (keluarga) orang-orang mukmin, agar mereka mengulurkan atas diri mereka (ke seluruh tubuh mereka) jilbab mereka. Hal itu menjadikan mereka lebih mudah dikenal (sebagai para wanita muslimah yang terhormat dan merdeka) sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah senantiasa Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” “
“Ustadz, kalau cantik rupa menjamin cantik hatinya juga gak?” potong Zayna kala Hanif sedang menjelaskan materi yang sedang ia bahas.
“Tidak, cantik rupanya tidak menjamin cantik hatinya juga. Tapi jika seorang muslim memiliki keduanya itu lebih baik.”
“Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada tubuh kalian dan tidak pula kepada rupa kalian, tetapi Dia melihat kepada hati kalian.” (HR. Muslim)”
“Jika hatinya baik, maka baik pula akhlaknya. Rasulullah pun pernah bersabda, “Sebaik-baiknya manusia ialah mereka yang paling baik akhlaknya.” (HR. Thabrani)” jelas Hanif panjang lebar. Namun, kalimatnya cukup mudah di pahami dan membuat Zayna bisa cukup mengerti atas materi yang Hanif jelaskan hari ini.
“Sampai sini dulu ya? Besok kita bahas tentang akhlak.” lanjut Hanif sembari membereskan lembaran-lembaran kertas yang sempat ia keluarkan tadi.
“Kamu nyatat materinya?” tanya Hanif tiba-tiba yang sontak menyadarkan Zayna dari lamunannya.
“Nyatat kok! Nih kalo gak percaya.” ucapnya sembari memberikan buku kosong yang sekarang terisi penuh dengan materi yang disampaikan Hanif tadi.
“Ngerti?” tanya Hanif lagi.
“Ngerti dong!” jawab perempuan yang memakai gamis biru muda langit itu.
“Alhamdulillaah, kalau begitu saya izin pamit? Maaf ya, belum bisa menunggu Ustadz Faiz pulang.” lirih Hanif yang sudah siap-siap untuk pergi berpamitan.
“Gapapa,” jawab Zayna singkat.
“Kalau begitu saya duluan, Wassalamu'alaikum.” salam Hanif dan segera beranjak pergi dari dalam rumah pemilik pesantren Al – Assalam itu.
“Wa'alaikumussalam,” balas Zayna sembari tersenyum diam-diam menatap bayang-bayang yang mulai menghilang dari hadapannya.
©morkihacoy