Hari Akad Ku
Lantunan ayat suci Al-Qur'an mulai Hanif bacakan. Suaranya yang begitu merdu membuat seisi ruangan terkagum-kagum dengan Hanif. Suara itu terdengar hingga ke telingan Zayna. Walaupun, tidak ada kehadiran Zayna disamping Hanif.
Zayna menahan kuat dirinya agar tidak meneteskan air mata. Namun, tetap saja nihil. Kedua matanya kian berair dan sedikit demi sedikit air itu mulai menetes.
Selesai membaca Al-Qur'an, tangan Hanif semakin bergetar dan berkeringat. Sebentar lagi, janji-janji itu akan ia ucapkan didepan seluruh tamu yang hadir. Semakin gugup ketika abi Zayna mulai memberikan tangannya kepada Hanif.
“Mulai saja ya, Pak?” tanya Pak Penghulu kepada Faiz. Faiz mengangguk setuju.
“Bismillaahirrahmanirrahim,” Faiz mulai menjabat tangan milik Hanif.
“Saya nikahkan dan saya kawinkan engkau saudara/Ananda Hanif Aqeel Ad-Dzikri bin Abdul Samir Assegaf dengan anak saya yang bernama Zayna Jumayra Naseeba dengan maskawinnya berupa Mahar/mas kawin, Tunai.” Faiz mulai membacakan Ijabnya kepada Hanif.
“Saya terima nikahnya dan kawinnya Zayna Jumayra Naseeba binti Muhammad Faiz Naseeba dengan maskawinnya yang tersebut, tunai.” Kini bergantian dengan Hanif yang membaca Qabul.
Semua hadirin saling terdiam dan menatap satu sama lain.
“Bagaimana hadirin, Sah?” tanya Pak Penghulu.
“Sah!” jawab semua keluarga dari kedua pembelai dan seluruh tamu undangan yang hadir.
“Alhamdulillaah,” Hanif kini merasa lega. Ia mengusap wajahnya dengan kedua tangan miliknya. Bersyukur atas kelancaran dalam membaca janji seumur hidupnya untuk Zayna. Perempuan yang kini akan menjadi milik Hanif seutuhnya.
Tidak terasa, air matanya kian berjatuhan dikedua pipinya. Air mata bahagia yang akan selalu menjadi saksi dalam acara sakralnya bersama Zayna.
Dari ujung sana, netranya kian menatap sosok yang ia tunggu sedari tadi. Sosok yang akan selalu ia lihat pertama kali ketika terbangun dari tidurnya. Iya, Zayna Jumayra Naseeba.
Jari lentik itu digenggam erat oleh dua perempuan cantik yang ada disamping kiri-kanan Zayna, Farrah dan Zaenab. Perempuan-perempuan cantik itu perlahan melangkah menuju kursi pelaminan. Mengantarkan Zayna untuk menemui Hanif, yang kini menjadi suaminya.
Hanif beranjak bangun dari duduknya. Kini tangan kekar itu yang bergantian menggenggam tangan cantik milik Zayna. Keduanya saling bertemu. Dalam hati keduanya saling terkagum.
Masih tidak percaya dengan hari ini. Hanif mulai mencium kening milik Zayna. Ia mencium dengan waktu yang cukup lama. Hanif membacakan doa untuk dirinya dan Zayna yang kini menjadi istrinya.
“Allahumma inni as’aluka min khoirihaa wa khoirimaa jabaltahaa ‘alaih. Wa a’udzubika min syarrihaa wa syarrimaa jabaltaha ‘alaih.” Hanif melepaskan kecupannya dari kening Zayna. Ia mulai mendekatkan wajahnya dan menyatukannya kepada wajah Zayna.
“Jangan disini!” guman Zayna pelan disela-sela tatapannya. Hanif tersenyum ketika melihat wajah Zayna yang sudah memerah.
Netra itu tidak pernah berhenti menatap sosok perempuan yang ada disampingnya.
“Apasih, liat-liat mulu!” ketus Zayna merasa malu karena sedari tadi Hanif terus saja menatapnya.
“Cantik, selalu cantik,” Hanif mengelus lembut pipi kiri milik Zayna.
“Dari awal saya melihat kamu. Kamu selalu cantik!” lanjutnya.
“Oh, jadi, nikahin aku cuma karena cantik, ya?” Zayna memalingkan pandangannya ke sembarang arah dan tidak mau melihat wajah Hanif.
“Iya, saya menikahi kamu karena cantik. Cantik wajahnya, cantik segalanya. Terutama, cantik hatinya. Semua yang kamu miliki itu, menurut saya cantik. Makanya, saya nikahin kamu, cantik.” jelas Hanif meyakinkan perempuannya itu.
“Jangan senyum, makin cantik!” Lagi-lagi Hanif menggoda Zayna. Hingga wajah itu semakin memerah dan memanas seperti kepiting rebus.
“Apasih, gombal mulu. Baru juga nikah udah banyak gombal dasar buaya!” Zayna kini sudah tidak bisa menahan malunya didepan suaminya itu.
“Tidak apa-apa saya buaya. Asal pawangnya kamu!” Hanif mencium pipi kiri Zayna. Tidak peduli dengan keadaan sekitar yang semakin lama semakin ramai tamu berdatangan.
“Cantiknya saya, janji ya? Janji untuk selalu bersama saya sampai kita bertemu lagi di Surganya Allaah. Yakinkan saya untuk selalu menjadikan janji saya ini sekali seumur hidup hanya untuk kamu. Jadikan saya sebagai seseorang yang akan selalu melangkahkan kaki kamu menuju keridhoan Allaah. Saya hanya mau bersama kamu sampai kapanpun. Walaupun, mungkin maut akan memisahkan kita dan dipertemukan lagi dalam keadaan yang sangat indah nanti.” ujar Hanif kembali menciumi Zayna. Kali ini tangan milik Zayna.
“Nantikan di surga ada yang lebih cantik. Mana bidadari lagi!” Goda Zayna menghancurkan suasana.
“Secantik apapun bidadari surga. Tetap kamu yang akan menjadi perempuan tercantik saya. Saya akan jatuh lagi kepada kamu, Zayna.” Hanif terus saja meyakinkan Zayna.
“Gombal terus. Awas aja nanti kegoda bidadari lain!” ancam Zayna membuat Hanif tersenyum.
“Tidak, tidak akan pernah. Karena saya selalu memilih kamu!”
“Iya deh iya,” Zayna mulai pasrah karena sedari tadi ia mengaku kalah dengan semua jawaban Hanif untuk menyakinkannya.
©morkihacoy