Dunia Baru Saya

Hanif berlari sekencang mungkin di koridor Rumah Sakit dan membuat seisi penghuni disana fokus tertuju kepada Hanif. Kakinya terhenti tepat di ruang operasi dimana istrinya sedang ditangani. Lagi dan lagi Zayna harus menjalani operasi untuk melahirkan bayi keduanya. Tubuhnya terkapar lemas sembari terus berdoa agar proses persalinannya berjalan lancar.

Diluar sana, sesosok pria berperawakan tinggi sedang terduduk sembari mengepalkan kedua tangannya. Dalam hatinya selalu ia sematkan doa untuk sang istri. Ia sangat takut terjadi sesuatu hal kepada anak dan istrinya itu, karena memang sedari tadi sosoknya tidak bisa berada disamping mereka.

Waktu menunjukan pukul 15.33 sore. Suara Adzan satu per satu mulai berkumandang. Menghentikan bising suara para pasien juga perawat yang masing-masing sibuk dengan kegiatannya. Ia segera pergi menuju Mushola. Berharap keberuntungan hari ini berpihak kepada keduanya.

Selesai menyelesaikan kewajibannya, Hanif berlari kembali ke ruang operasi. Melihat lampu diatas pintu ruangan sudah kembali menjadi hijau. Menandakan bahwa proses operasi baru saja selesai. Perlahan pintu utama ruangan tersebut terbuka, menampakkan tiga orang wanita dengan berpakaian Dokter juga Suster.

“Permisi, mas ini suami mbak yang didalam ya?” tanya dokter tersebut.

“Iya, dia suaminya, Dok.” balas Zoya. Ternyata perempuan itu sedari tadi juga menunggu bersama Hanif.

“Kalau begitu silakan masuk mas, mbak.” pinta Dokter seraya membukakan pintu agar kedua orang tersebut masuk.

Zayna masih dalam keadaan kurang sadar karena efek dari obat bius tersebut. Ia selalu menampakan senyuman manis itu kepada Hanif, walaupun kenyataanya ia mulai merasakan sakit diperutnya.

Sedari tadi Hanif tidak mendengar suara tangisan bayi sama sekali. Ia terus fokus dimana sekarang bayinya berada.

“Cantik,” ujarnya kala mengelus lembut pucuk kepala Zayna.

“Kamu kemana?” tanya Zayna lagi-lagi tersenyum ke arah Hanif.

Mata Hanif sangat terasa panas dan mulai memerah, “Maaf, maaf saya tidak bisa jaga kamu Zayna. Maaf seharusnya hari ini saya tidak meninggalkan kamu di rumah sendirian. Maaf-” Kalimatnya terputus kala Zayna menutup bibirnya dengan jari telunjuk milik Zayna.

“Bukan salah kamu, jangan nangis aku gak apa-apa kok. Bayi kita juga katanya sehat. Zee mana?”

Iya, ia sedari tadi melupakan anak perempuannya itu. Sesegera mungkin ia keluar ruangan dan mencari keberadaan putri kecilnya, Zarina. Ia terus bertanya kepada orang sekitar apakah ia melihat gadis kecilnya disekitar sini? Namun nihil, ia sama sekali tidak menemukan sosok bertubuh mungil itu. Sampai akhirnya, di taman ia melihat Zarina sedang terduduk dikursi bersama seseorang disampingnya(?)

“Zee!” panggilnya.

Mendengar suara itu, Zarina langsung berlari menghampiri sang ayah yang sedari tadi mencari dirinya.

“Dedek bayinya cudah keluar yayah?” tanya Zee kepada Hanif.

“Sudah, cantik.” balas Hanif lalu mengalihkan pandangannya kepada sesosok anak laki-laki yang sedari tadi bersama gadis kecilnya itu.

“Kamu temennya Zee?” tanya Hanif lalu meraih bahu anak tersebut.

“30 menit yang lalu, aku sama Zee temenan.” balas Anak itu dengan suara yang seperti baru saja menangis.

“Yah, ini namanya Nuca.” Zarina memperkenalkan teman barunya itu kepada Hanif.

“Nuca, kamu kesini sama siapa?” Hanif kini mengubah posisinya menjadi sejajar dengan tinggi anak laki-laki yang bernama Nuca tersebut.

“Sama ibu, tapi sekarang ibu lagi diobatin Dokter. Nuca disuruh tunggu di taman sama ibu.”

Hanif terkejut dengan jawaban Nuca dan langsung mengajak anak kecil itu untuk ikut sebentar bersamanya. “Ikut om dulu mau?” tawar Hanif. Nuca mengangguk.

Selesai mengumandangkan Adzan untuk anak keduanya. Hanif menghampiri Zayna. Melihatkan wajah kecil itu kepada istrinya. Ia, anak laki-lakinya kini sudah terlahir ke dunia.

“Dunia baru saya, terimakasih ya, Zayn. Kamu perempuan terhebat saya. Maaf, saya minta maaf.”

Kalimat maaf itu akan selalu terulang dalam ucapannya. Karena ia merasa sangat bersalah membiarkan perempuannya berjuang sendirian. Ia takut, karena ia tidak tahu takdir Allaah selanjutnya bagaimana. Namun, untuk kesekian kalinya Allaah selalu berpihak kepadanya.

“Yayah, Zee mau liat dedek bayi Zee.” Zarina menarik-narik baju bagian bawah Hanif. Lalu Hanif mengubah posisinya menjadi terduduk diatas kursi dan melihatkan dunia barunya kepada gadis kecilnya.

Zayna fokus melihart Zarina yang sangat senang. Namun, kini pandangan Zayna beralih kepada sosok kecil disudut sana. “Itu Nuca. Dia bilang ibunya sedang diperiksa oleh Dokter. Tidak apa-apa ya dia ikut kesini dulu? Kasihan dia ternyat sendirian.” jelas Hanif. Zayna mengangguk terus memperhatikan sosok Nuca disudut sana.

©morkihacoy