Bunga Saya

Hanif menggenggam tangan kecil putrinya. Dan matanya fokus ke arah perempuan cantik didepan sana. Zarina menarik-narik tangan Hanif.

“Yayah, Gendong!” pintanya seraya mengangkat kedua tangannya. Hanif tersenyum melihat tingkah lucu si kecil.

Kini langkahnya, ia sejajarkan dengan tubuh Zayna. Sadar akan hal itu, Zayna langsung melihat ke arah Hanif dan Zarina.

“Ih, manja banget minta digendong!” protes Zayna seraya mencubit pelan hidung Zarina.

“Yayah, tuwun-tuwun!” Zarina mengoyang-goyangkan kakinya meminta Hanif untuk menurunkannya.

Zarina langsung berlari ke arah danau ditengah taman kota. Ia mengejar kupu-kupu cantik yang sedari tadi menarik perhatiannya. Hanif menghampiri Zayna yang sedari tadi hanya terdiam.

Tangannya menggenggam tangan milik Zayna, “Kenapa?” tanya Hanif. Zayna menggeleng.

“Tadi katanya mau jalan-jalan? Tapi, kok malah cemberut gitu?” lanjut Hanif.

“Salah ya, kalau aku bahagia sama kamu?” ujar Zayna membuat Hanif ngerutkan keningnya.

“Kenapa bicara seperti itu?” Hanif mengelus lembut pipi kemerahan milik istrinya itu. Dan benar saja, air mata itu keluar dari kedua mata Zayna.

“Hei, kenapa nangis, cantik?” Hanif mengusap air mata itu.

“Harusnya bukan aku sama kamu yang ada disini sekarang. Harusnya bukan aku yang jadi perempuannya kamu. Aku disini cuma jadi penghancur buat orang lain. Aku jahat, ya?” Zayna menatap mata teduh itu.

“Ngga, kamu gak salah. Karena semesta saya itu, kamu. Dunianya saya juga kamu. Surganya saya juga bersama kamu. Kamu gak pernah jadi penghancur untuk orang lain. Justru kamu sumber kebahagiaan saya juga orang disekitar kamu. Jangan nangis! Makin cantik soalnya.” Zayna mencubit pelan perut Hanif karena kalimat terakhir yang Hanif ucapkan.

“Dua bunga saya sudah tumbuh dengan baik. Tapi, mungkin saya belum bisa menjaganya dengan baik. Kamu dan Zarina adalah anugrah dari Allaah yang paling saya syukuri. Kamu yang akan selalu menjadi pelengkap dengan kekurangan yang saya punya. Kalian lebih sempurna dari seribu bulan di semesta ini. Jangan pernah berpikir bahwa kamu salah. Kamu sama sekali gak salah atas penderitaan orang lain. Justru orang itu yang membuat diri sendirinya menderita dan berpikir bahwa itu semua kesalahan dari orang yang ada disekitarnya. Senyum, ya? Saya juga sakit kalau melihat cantiknya saya ini menangis. Lihat kedepan, jangan kembali lagi ke masa lalu. Jangan takut, karena tubuh saya akan siaga menjaga kamu dari jahatnya orang diluar sana.” jelas Hanif menyakinkan Zayna. Ia memeluk perempuannya. Memberikan kehangatan yang terpancar dari rasa cintanya kepada Zayna.

Iya, pelukan sederhana itu selalu membuat Zayna lagi dan lagi jatuh untuk kesekian kalinya kepada Hanif. Pria yang akan selalu berada didepan untuk mengusap tangisnya, juga yang akan selalu menjadi yang pertama untuk mengukir senyum dibibirnya.

©morkihacoy