Boleh?
Sudah menjadi kebiasaan bagi Hanif ketika dirinya sudah menyelesaikan tugasnya diluar sana. Ia akan langsung memeluk istrinya. Walaupun, istrinya itu kadang risih.
“Saya bawa bunga!” ucap Hanif dan memberikan satu buket bunga mawar putih kesukaan Zayna seraya memeluknya dari arah belakang.
“Cantik,”
“Iya, kaya kamu.” Hanif kini menciumi tengkuk milik Zayna.
Zayna mulai menjauh dari Hanif. Akhir-akhir ini, ia selalu merasa sesak nafas jika Hanif mulai memeluknya. Mungkin, karena kini perutnya yang sudah mulai membesar.
“Assalamu'alaikum bayi kecil ayah,” Hanif mengalihkan pandangannya ke arah perut Zayna seraya mengusap lembut bayi kecil yang ada diperut istrinya itu.
“Hari ini nakal gak sama bunanya? Kasihan dong bunanya.” lanjutnya lalu menatap Zayna yang sedang memperhatikan percakapan antara ayah dan anaknya itu.
“Nda, yayah. Hali ini aku nda nakal. Aku selalu bantuin buna.” balas Zayna seraya menirukan suara seperti anak kecil.
“Bagus,” Seperti biasa kini Hanif dan bayi kecil yang ada diperut Zayna itu sudah memiliki High Five khusus.
“Tos!” ujar Hanif kala menyelesaikan High Five bersama bayi kecilnya itu.
“Mandi, yayah. Bau!” Iya, suara tiruan yang akhir-akhir ini selalu terdengar ditelinga Hanif. Suara perempuan yang juga selalu menjadi suara paling favorite untuk Hanif dengarkan. Lebih dari suara apapun.
Hanif menciumi perut yang mulai membesar itu. Dan iya, ia juga menciumi benda kenyal milik istrinya.
“Nih,” ujar Zayna sembari memberikan hidangan makan malam untuk dia dan juga suaminya.
“Wih, enak nih!” balas Hanif antusias ketika mendapati makanan kesukaannya, ikan goreng saus pedas manis.
“Mas,” Kini Zayna mulai memberanikan untuk meminta penjelasan kepada Hanif.
“Kenapa, cantik?” tanya Hanif sedikit penasaran.
“Iya ya, kamu punya sahabat cewe dulu?” Hanif menghentikan aktivitas menguyahnya sebentar.
“Eum, dulu waktu aku belum pesantren. Ya, masih anak kecil lah. Kamu tahu dari mana?” jelas Hanif dan kembali melakukan kegiatannya itu lagi.
“Dia dm aku di Twitter.” Hanif sempat tersedak ketika mendengar kalimat itu dari bibir Zayna.
“Ih, minum dulu!” Zayna memberikan satu gelas air putih kepada Hanif.
“Kok bisa?” Hanif kembali bertanya sebelum makanan yang ada dimulutnya itu selesai ia cerna semuanya.
“Habisin dulu!” pinta Zayna seraya melihatkan senyumnya kepada suaminya itu.
“Gak tau. Tapi, dia tiba-tiba ketemu sama akun Twitternya aku. Mungkin mau silaturahmi doang kali, ya?” jelas Zayna. Namun, bukan dengan tatapan yang biasa.
Hanif tidak berkutik. Ia malah melanjutkan makannya dan hanya bisa mengangguk ketika Zayna mulai menjelaskan kepadanya. Tidak ada yang salah. Mungkin, memang niat teman semasa kecilnya itu hanya untuk bersilaturahmi kepadanya. Terutama Zayna, yang kini sudah menjadi istri sahnya.
©morkihacoy